Mengenai Saya

Foto saya
Science without religion is blind and Religion without science is lame

Jumat, 12 Desember 2008

> EVALUASI HASIL BELAJAR

JUDUL MODUL : EVALUASI HASIL BELAJAR

I. Judul Pelatihan : Apresiasi Metodologi Bagi Dosen
II. Judul Mata Pelatihan : Evalusi Hasil Belajar
III. Waktu Pertemuan : 2 X 45 Menit
IV. Pokok Bahasan : Evaluasi Hasil Belajar
V. Tujuan Pembelajaran umum : Setelah Selesai Pelatihan Peserta Mampu Memahami Evaluasi Hasil Belajar
VI. Sub Pokok Pembahasan :
1. Pengertian Evaluasi
2. Alasan Penggunaan Evaluasi Hasil Belajar
3. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
4. Jenis-jenis Evaluasi
5. Aspek Prilaku Yang Dievaluasi
6. Kaidah-kaidah Menyusun Evaluasi Hasil Belajar
7. Prosedur Penyusunan Hasil Belajar-mengajar Menurut Jenisnya
8. Penyusunan Evaluasi Hasil Belajar Mengajar
V. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah Selesai Mengikuti Pelatihan ini, Peserta Dapat :
1. Menjelaskan Pengertian Evaluasi
2. Menjelaskan Alasan Penggunaan Evaluasi Hasil Belajar
3. Menjelaskan Tujuan dan Fungsi Evaluasi
4. Menjelaskan Jenis-jenis Evaluasi
5. Menentukan Aspek Prilaku Yang Dievaluasi
6. Menjelaskan Kaidah Penyusunan Evaluasi Hasil Belajar
7. Menjelaskan Prosedur Penyusunan Hasil Belajar-mengajar
8. Menjelaskan Penyusunan Hasil Belajar Mengajar





1. Pengertian Evaluasi
Pengertian evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu Evaluation dari kata dasar Value yang berarti nilai. Secara harfiah evaluasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan memberikan nilai terhadap sesuatu (Orang, benda, keadaan peristiwa dengan segala atributnya) dalam mengambil suatu keputusan (Teguh Waluyo dan Marpaung, 2005).
Penilaian atau evaluasi bahasa Inggrisnya Evaluatioan, yang berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai sesuatu. Bila penilaian (evaluasi) kita gunakan dalam dunia pendidikan, maka penilaian pendidikan berarti suatu tindakan untuk menentukan segala sesuatu dalam dunia pendidikan (Sudirman dan Kawan-kawan, 1992 : 241)
Ada dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda yaitu penilaian(evaluasi) dan pengukuran. Pengukuran terarah kepada tindakan atau proses untuk menentukan kuantitas sesuatu karena itu diperlukan alat bantu. Sedangkan penilaian menentukan kualitas atau nilai sesuatu. Perbedaan kedua hal tersebut di atas tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Sebaliknya pengukuran-pengukuran tidak akan berarti bila tidak dihubungkan dengan penilaian. Hasil skor mentahnya 70 (pengukuran) berdasarkan kriteria tertentu menjadi nilai B (Penilaian).

2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan dan fungsi evaluasi terkait dengan program, proses, hasil dan umpan balik dalam belajar baik yang berkenaan dengan merumuskan tujuan, merancang kegiatan belajar dengan pelaksanaannya. Tujuan penilaian atau evaluasi ditentukan oleh jenis tugas yang dihadapi. Tujuan penilaian evaluasi seorang dosen yang mengajarkan suatu mata kuliah tertentu bertujuan untuk mengetahui, apakah bahan-bahan mata kuliah yang disampaikan kepada mahasiswa sudah dikuasainya atau belum.
Tujuan evaluasi atau penilaian dalam ruang lingkup belajar mengajar meliputi:
a. Pengambilan putusan tentang hasil belajar
b. Pemahaman tentang mahasiswa
c. Perbaikan dan pengembangan program belajar
Pengambilan putusan hasil belajar merupakan suatu keharusan bagi seorang pengajar agar ia dapat mengetahui berhasil tidaknya mahasiswa dalam proses belajar mengajar tersebut jika dalam proses belajar mengajar tidak berhasil, maka banyak faktor yang perlu diselidiki antara lain :
a. Kemampuan mahasiswa memang rendah
b. Kualitas materi kuliah tidak sesuai dengan kemampuan mahasiswa
c. Jumlah bahan pelajaran terlalu banyak tidak sesuai dengan waktu yang diberikan
d. Komponen proses belajar mengajar yang kurang sesuai dengan tujuan
Fungsi evaluasi hasil belajar difokuskan pada fungsi-fungsi yang menyangkut:
1) Fungsi Penetapan
Maksud dari fungsi ini untuk menetapkan apakah mahasiswa tertentu dapat melanjutkan belajar ke materi berikutnya atau harus mengulang meteri pokok bahasan yang bersangkutan. Untuk keperluan ini dibutuhkan data obyektif tentang kemajuan belajar mahasiswa melalui evaluasi.
2) Fungsi Pengajaran
Untuk keperluan fungsi ini, evaluasi harus mampu melokalisasi isi pokok bahasan mana saja yang sudah dan belum dikuasai mahasiswa, berikutnya kenyatan ini dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan isi materi pokok bahasan berikutnya.
3) Fungsi penempatan
Dalam kegiatan sehari-hari sering ditemukan perbedaan kemampuan mahasiswa. Ada mahasiswa yang cepat, lambat dan rata-rata dalam mempelajari mata kuliah tertentu. Pendekatan CBT adalah individu, andaragogi dan partisipasi aktif, oleh karena itu mendorong dosen membentuk kelompok-kelompok yang dipandang setara dalam kemampuannya, dengan demikian dosen akan lebih mudah mengontrol untuk menentukan mana yang seharusnya lebih banyak dibimbing.
4) Fungsi Motivasi
Hasil evaluasi sebaiknya secepatnya dikomunikasikan kepada mahasiswa agar mereka mengetahui dimana posisi mereka berada, dengan demikian evaluasi dapat dijadikan suatu wahana untuk meningkatkan motivasi. Sebaliknya dosen dan mahasiswa membuat komitmen bahwa proses belajar mengajar bukan untuk kepentingan evaluasi, tetapi merupakan kebutuhan dan bagian dari dirinya sehingga proses belajar mengajar bukan merupakan paksaan dari luar tetapi justru merupakan kebutuhan dari dalam yang mendorong dirinya berbuat.
5) Fungsi Umpan Balik
Sistem umpan balik bukan merupakan satu-satunya kunci keberhasilan suatu instansi diklat atau perguruan tinggi tetapi dapat merupakan suatu petunjuk bahwa fungsi umpan balik perencana belajar mengajar, evaluasi yang baik dan terencana diduga akan membuahkan putusan-putusan yang baik.

3. Jenis-jenis Evaluasi
Dilihat dari jawaban mahasiswa atau peseta didik, maka dalam pelaksanaan belajar mengajar dibagi menjadi dua jenis yaitu tulisan dan tindakan. Penentuan jenis tindakan ini tergantung pada tujuan pembelajaran khusus yang dirumuskan pengajar, dalam pengertian merujuk pada rana, kawasan mana yang dikembangkan dalam TPK, oleh karena itu langkah awal dari penyusunan evaluasi merujuk TPK-TPK yang sudah dibuat pengajar yang bersangkutan, rumusan TPK itu mempunyai persyaratan dalam penulisannya, yaitu harus ada keterkaitan dengan kompetensi. Atas dasar TPK-TPK yang dirujuk ini disusunlah sub pokok bahasan yang disajikan memungkinkan tercapainya TPK-TPK tersebut. Sub pokok bahsan harus dipilih, dijaring sesuai dengan TPK yang dirumuskan. Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan dengan tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penilaian sebagai berikut :
1. Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta didik terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar materi tertentu dalam waktu tertentu.
Soal tes formatif bisa mudah, sedang atau sukar bergantung pada tugas-tugas belajar untuk suatu bagian kecil pengajaran yang dinilai. Maksud utama tes formatif ialah untuk perbaikan belajar bukan untuk keperluan membuat tingkatan kemampuan.
Hasil tes formatif bermamfaat bagi pengajar dan peserta didik.
a. Bagi Pengajar
1. Pengajar akan mengetahui seberapa jauh bahan pelajaran dikuasai oleh peserta didik. Dengan mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam bahan pelajaran, pengajar dapat membuat putusan apakah bahan pelajaran itu perlu diulang atau tidak.
2. Pengajar dapat meramalkan hasil tes sumatif. Tes formatif merupakan tes prestasi belajar dari pokok-pokok bahasan tertentu. Sedangkan tes sumatif tes prestasi belajar dari sejumlah pokok-pokok bahasan.
b. Bagi Peserta Didik
1. Peserta didik dapat mengetahui susunan tingkat bahan-bahan pelajaran. Dengan tes formatif peserta didik akan mengetahui apakah mereka sudah mengetahuinya atau belum.
2. Dengan tes formatif, peserta didik akan mengetahui butir-butir soal mana yang mudah betul mereka kuasai atau yang belum mereka kuasai.
2. Tes Sub Sumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam wkatu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap peserta didik untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar. Hasil tes sub sumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport atau prestasi.
3. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap peserta didik terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester atau satu tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarap keberhasilan belajar dalam suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan tingkat, menyusun peringkat (rengking) atau sebagai ukuran mutu sekolah dan dapat dimnfaatkan untuk perbaikan proses pengajaran. Tes sumatif, cakupan bahannya lebih luas dan solanya meliputi tingkat mudah, sedang dan sulit.
Fungsi utama tes sumatif adalah :
a. Untuk menentukan nilai akhir dalam periode tertentu. Nilai tersebut biasanya dilaporkan dalam buku laporan pendidikan atau STTB. Dengan demikian dapat mengetahui kedudukan seorang peserta didik dibandingkan dengan yang lainnya.
b. Untuk meramalkan akan berhasil tidaknya seorang peserta didik dalam pelajaran berikutnya yang lebih tinggi.
c. Untuk memberikan keterangan tentang kecakapan atau keterampilan peserta didik dalam periode tertentu.
4. Tes Diagnastik
Tes diagnastik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami peserta didik yang berdasarkan atas hasil tes formatif sebelumnya.Tes diagnastik soalnya bervariasi dan difokuskan pada kesulitan.
Tes ini biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran dimulai. Tes diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka kuasai, apakah peserta didik sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang diperlukan untuk dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain. Oleh karena itu tes diagnastik semacam ini disebut juga test of entering behaviour.

4. Kaidah-kaidah Umum Menyusun Evaluasi Hasil Belajar Mengajar
Dalam menyusun evaluasi hasil belajar mengajar ada beberapa ketentuan umum yang perlu dipertimbangkan disamping ketentuan lain yang lebih khusus, pada setiap bentuk soal. Ketentuan-ketentuan umum yang dimaksud adalah :
a. Orientasi pada TPK dan ruang lingkup pokok bahasan
Evaluasi hasil belajar mengajar harus disusun dan diturunkan dengan menunjuk TPK dan ruang lingkup bahasan
b. Mewakili keseluruhan ruang lingkup pokok bahasan dan TPK yang seharusnya diungkapkan, yang paling penting adalah setiap sub pokok bahasan secara profesional harus menurunkan butir soalnya.
c. Menimbang Proporsi tingkat kesukaran butir soal.
Satu ciri evaluasi yang baik adalah memiliki tingkat kesukaran yang mengacu kepada kurva normal. Butir soal ditimbang oleh dosen dengan berdasar pada pikiran logis dari pihak latar belakang mahasiswa.
d. Petunjuk mengerjakan soal yang jelas dan dapat dipahami sesuai dengan persoalan yang disajikan.

5. Prosedur Penyusunan Evaluasi Hasil Belajar
Langkah-langkah penyusunan evaluasi hasil belajar adalah sebagai berikut :
a. Merujuk TPK dan Pokok Bahasan
Atas dasar TPK-TPK yang dirujuk ini disusunlah sub pokok bahasan, yang bila disajikan memungkinkan tercapainya TPK-TPK tersebut
b. Menulis Butir Soal
Menurunkan butir soal harus berdasarkan kaidah-kaidah setiap tipe soal. pengajar dituntut menerangkan segala informasi yang berada dalam isi pokok bahasan atau unit pembelajaran untuk memudahkan menulis soal, akan sangat bijaksana jika membuat format penulisan soal. Dalam format tersebut disebutkan unit pembelajaran atau pokok bahasan apa, perkiraan waktu berapa menit untuk setiap perangkat evaluasi.
c. Menimbang Butir Soal
Memeriksa soal yang telah disusun, adakalanya butir soal yang susunan bahasanya membingungkan, tidak jelas atau bermakna ganda. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan silang oleh para pengajar sejenis. Butir-butir soal inipun akan lebih baik bila diperiksa oleh orang ahli dalam bidang isi pokok bahasan dan ahli dalam bidang konstruksi butir-butir soal.
d. Pengelompokan Butir-butir Soal
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan :
Pertama, butir-butir soal yang satu bentuk; Pilihan berganda biasa, misalnya harus dikelompokkan menjadi satu kelompok, sehingga nanti ada sekelompok butir soal pilihan berganda biasa (melengkapi pilihan), tinjauan kasus dan lain-lain. Dengan demikian pengajar cukup memberi satu petunjuk untuk satu bentuk butir soal.
Kedua, harus diusahakan untuk menyusun urutan butir soal, mulai dari yang mudah, sedang dan sulit, butir soal mana yang seyogyanya didahulukan dan butir-butir soal mana pula yang sebaiknya ditempatkan di bagian akhir urutan butir soal.
Ketiga, untuk butir-butir soal yang sealur (menguji bidang-bidang kajian yang sama) sebaiknya diupayakan utnuk menjadi satu kelompok, agar jawaban dari para peserta didik lebih terpadu. Dengan demikian, pengajar memperoleh perangkat evaluasi yang tersusun secara logis.
e. Membuat Petunjuk Pekerjaan Butir Soal
Setelah butir-butir soal selesai disusun atau dikelompokan, diperlukan petunjuk untuk setiap kelompok soal yang jelas.
f. Uji Coba dan Penggandaan
Uji coba menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan kesahihan, keandalan, tingkat kesukaran dan daya pembeda dari butir-butir soal, ada pula menambahkan dengan kepraktisan setelah uji coba dan pemeriksaan silang langkah selanjutnya diadakan penggandaan. Dalam penggandaan ini, pengertian butir soal hendaknya diperhatikan; jarak antar baris, antar soal dan lainnya. Sistem pengertian yang terlalu berdekatan akan menggangu pusat penglihatan peserta didik, oleh karena itu spasinya harus diperhatikan. Disamping itu lembar jawaban akan lebih baik bila terpisah dari soal, biasanya secara tepisah lembar jawaban dan butir soal dikembalikan kepada pengawas.

6. Jenis-jenis Evaluasi Hasil Belajar Mengajar dan Penyusunannya.
Pada dasar terdapat tiga jenis evaluasi hasil belajar mengajar, yaitu: a. evaluasi tertulis, b. tindakan dan c. lisan.
a. Evaluasi Tertulis
Yang dimaksud evaluasi tertulis yaitu evaluasi obyektif dan uraian, terlepas dari mode mana yang akan digunakan, kisi-kisi tetap harus menjadi pedoman penulisan butir-butir soal.
Evaluasi Obyektif
Evaluasi obyektif yang lazim digunakan widyaiswara ada empat yaitu: 1) bentuk benar-salah ; 2) pilihan ganda; 3) menjodohkan; dan 4) bentuk melengkapi atau isian jawaban pendek.
1) Bentuk Benar-Salah
Butir soal bentuk benar salah disajikan dalam bentuk pernyataan yang mengandung dua kemungkinan, benar atau salah. Para peserta diminta menentukan pendapatnya terhadap pernyataan yang disodorkan kepadanya, benar atau salahkah penrnyataan itu, setelah peserta memilih dan menimbang pernyataan, dituntut melingkari huruf B makala jawaban itu benar dan huruf S manakala jawaban salah.
2) Pilihan Ganda
Kenyataan di lapangan, banyak wisyaiswara atau penilai yang menggunkan bentuk soal pilihan ganda. Ditinjau dari strukturnya, soal model ini terdiri dari dua bagian; a) pokok soal atau item, berisi permasalahan yang akan dipertanyakan; dan b) kemungkinan jawaban atau option. Para peserta dituntut untuk memilih jawaban yang benar. Dan jawaban yang lain (pelengkapnya) disebut pengecoh.


Agar butir ini memadai ada 12 kaidah penulisan yang harus diperhatiakan
a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas.
b) Untuk setiap butir soal hanya ada satu jawaban yang paling benar.
c) Hindarkan penggunaan materi yang tidak relevan, cantumkan atau tuliskan bahan-bahan yang relevan.
d) Kemungkinan jawaban harus disusun secara homogen.
e) Hindari rumusan pernyataan yang bersifat negative.
f) Upayakan agar tidak ada petunjuk yang merupakan isyarat untuk jawaban yang benar. Misalnya pernyataan pada kemungkinan jawaban terlalu menyolok, pada pokok soal ada petunjuk yang mengait dengan kemungkinan jawaban tertentu.
g) Hindari jawaban kemungkinan jawaban bagian akhir yang berbunyi “semua jawaban di atas benar, atau semua pilihan di atas salah semua”.
h) Kemungkinan jawaban harus logis dan pengecoh berfungsi menarik.
i) Apabila kemungkinan jawaban berupa angka, susunlah angka tersebut secara beruntun, mulai angka kecil (di atas) ke angka besar (di bawah).
j) Hindari penggunaan kata-kata yang bersifat tidak menentu dalam pokok soal, seperti kebanyakan kadang-kadang dan yang sejenisnya.
k) Setiap butir soal usahakan berdiri sendiri, tanpa mengingat pada yang lain.
l) Dalam merakit butir soal, kemungkinan atau kunci jawaban harus disebar secara acak.
Keunggulan Evaluasi Obyektif
a) Ruang lingkup materi pokok bahasan satu unit pembelajaran bisa terungkap banyak, sebab waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan setiap butir soal relative singkat.
b) Panjang pendeknya evaluasi berpengaruh terhadap kadar keandalan evaluasi, bahwa evaluasi yang panjang (butir soal banyak) cenderung memiliki keandalan yang tinggi. Evalusi obyektif dapat disusun dalam jumlah yang banyak, sedangkan evaluasi yang berbentuk uraian relative dalam jumlah sedikit, sehingga ada kecenderungan evaluasi obyektif akan mempunyai keandalan yang lebih baik (dalam batas tertentu).
c) Proses penyekoran dapat dengan mudah dan obyektif, lain halnya dalam bentuk uraian memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam, memungkinkan terjadinya variasi dalam jawaban dan penyekoran dapat mengurangi keandalan evaluasi yang bersangkutan.
d) Terhindarnya unsur subyektivitas evaluasi, sebab kunci dibuat sedemikian ruapa dan seobyektif mungkin (jawaban sangat pasti).
3) Menjodohkan (matching)
Seperti pada pilihan ganda, bentuk soal inipun mempunyai pokok soal dengan kemungkinan jawaban, bedanya dalam bentuk menjodohkan tidak hanya ada satu permasalahan yang harus dipilih, melainkan merupakan seperangkat kemungkinan lainnya. Dalam menyusun butir soal model ini, sekurang-kurangnya ada lima hal yang harus diperhatikan: a) kedua kelompok, secara otonom harus homogen, pokok soal maupun kemungkinan jawaban; b) jauh kemungkinan jawaban harus lebih banyak dari pada persoalan; c) susun kemungkinan jawaban secara logis (berdasarkan alphabetis, urutan tahun dan yang sejenis) agar peserta tidak mudah menebaknya; d) pokok soal maupun kemungkinan jawabannya harus disusun dalam kalimat yang pendek; dan e) dalam petunjuk hendaknya dijelaskan tentang pemikiran yang mendasari cara-cara menjodohkan antara persoalan dengan kemungkinan jawabannya.
4) Jawaban singkat dan isian
Hakekat butir soal dari kedua bentuk di atas sebenarnya sama, perbedaannya, jawaban singkat biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, sedangkan bentuk isian disajikan dalam kalimat yang tidak lengkap. Dalam penyusunan butir model soal ini, seyogyanya widyaiswara memperhatikan hal berikut:
a) Jawaban yang diminta harus jelas, pasti dan terarah, hindarkan kemungkinan jawaban yang tidak terbatas.
b) Kata-kata yang dihilangkan (jawaban yang dituntut) hendaknya merupakan sesuatu yang berarti.
c) Hindari penghilangan kata-kata yang terlalu banyak.
d) Jika jawaban dituntut lebih dari satu, sebutkan secara tegas.
e) Tempat jawaban yang disediakan seimbang dengan panjangnya jawaban yang dituntut.

b. Evaluasi Tindakan
Menuntut adanya kegiatan tertentu yang berdasarkan pada petunjuk yang telah disusun sedemikian rupa sebelum evaluasi itu dilaksanakan, dalam hal ini widyaiswara dituntut untuk mengamati keterampilan peserta, oleh karena itu kepada widyaiswara dituntut membuat pedoman pengamatan. Evaluasi tidak diberikan berdasarkan unsur subyektivitas lewat pengamatan, tetapi betul-betul melalui pengamatan obyektif, dan agar ini dapat dipertanggung jawabkan perlu dibuat pedoman sebagai arah dalam memberikan skor evaluasi.
Evaluasi tindakan dimaksudkan untuk mengukur keterampilan peserta dalam melakukan kegiatan. Dalam evaluasi tindakan, persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan peserta. Pada intinya ada dua unsur yang bisa dijadikan bahan evaluasi dalam evaluasi tindakan, yaitu 1) proses; dan 2) produk atau hasil. Pengkukuran proses menuju pada pengukuran keterampilan dan kemahiran peserta dalam melakukan suatu kegiatan, sedangkan mengukuran produk atau hasil merujuk pada segi kualitas dari suatu proses kegiatan. Aspek mana yang lebih penting untuk dinilai: proses atau produk. Nampaknya tidak ada jawaban yang pasti pada pertnyaan ini, sebab akan tergantung atas obyek atau kegiatan yang akan dinilai. Sebagai contoh dalam praktek mengajar yang dinilai adalah prosesnya, dalam membuat karya ilmiah adalah produknya, dalam mengobati ternak mungkin yang dinilai proses dan produknya. Pembahasan ini lebih terpokus kepada pengukuran proses yaitu segi keterampilan melakukan suatu kegiatan.
Keunggulan Evaluasi Tindakan
Evaluasi tindakan memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1) cocok digunakan untuk mengukur aspek prilaku psikomotor atau keterampilan; 2) dapat digunakan untuk mengecek kesesuaian antara cognitive atau pengetahuan teori fungsional dan psychomotor atau keterampilan mempraktekan; 3) tidak ada kesempatan untuk mencontek.
Kelemahan Evaluasi Tindakan
Evaluasi tindakan memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1) sulit dalam mengadakan pengukuran; 2) memerlukan biaya yang relative besar; 3) memerlukan waktu tang relative lama.
Kaidah-kaidah Penyusunan Evaluasi Tindakan
Pada intinya ada tiga perangkat alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan suatu evaluasi tindakan, yaitu: 1) tugas yang harus dikerjakan oleh peserta beserta petunjuk pengerjaannya; 2) pedoman pengamatan; 3) perlengkapan praktek. Dalam menyiapkan hal-hal tersebut perlu memperhatikan kaidah-kaidah berikut: a) jabarkan kegiatan yang akan dipraktekkan ke dalam unsur-unsurnya. Dalam pedoman pengamatan, unsur-unsur kegiatan yang akan dipraktekkan perlu dijabarkan secara terinci, hal ini penting agar pengamatan dapat dilakukan secara cermat. Dalam menjabarkan unsur-unsur kegiatan, pertimbangkanlah unsur-unsur kegiatan mana yang pokok dan penting untuk diamati, sehingga pengukuran representative atau mewakili; b) susunlah unsur-unsur prilaku yang akan diukur dalam pedoman pengamatan secara logis. Untuk memudahkan dan mengecek kegiatan, unsur-unsur kegiatan perlu disusun secara logis. Penyusunan bisa didasarkan pada urutan langkah-langkah kegiatan; c) buatlah petunjuk pengerjaan yang jelas dan lengkap, petunjuk pengerjaan perlu disiapkan yang jelas dan lengkap, kalau perlu dengan langkah-langkahnya. Petunjuk yang kurang jelas bisa menyebabkan peserta atau evaluasiti ragu-ragu dalam melakukan kegiatan; d) identifikasi alat-alat perlengkapan yang diperlukan agar pelaksanaan evaluasi tindakan dapat dilakukan sebagai mana mestinya, perlu disiapkan alar-alat yang diperlukan untuk evaluasi. Alat-alat ini perlu diidentifikasi secara cermat, sebab ketidak lengkapan alat-alat ini bisa menyebabkan evaluasi tidak dapat dilakukan atau setidaknya menggangu kelancaran pelaksanaan; e) pertimbangkan kemungkinan pelaksanaannya. Dalam merancang evaluasi tindakan perlu dipertimbangkan secara matang kemungkinan-kemungkinan. Bagaimana fasilitas yang tersedia, apakah lengkap seperti yang dibutuhkan atau tidak.

c. Evaluasi Lisan
Evaluasi ini dalam pelatihan jarang digunakan, namun tidak ada salahnya apabila widyaiswara memahami evaluasi ini. Nampaknya evaluasi ini mempunyai kaitan dengan aspek perilaku mana yang diukur. Evaluasi lisan digunakan untuk menilai hasil proses belajar mengajar berupa kemampuan dalam mengemukakan pendapat atau gagasan secara lisan, oleh karena itu evaluasi ini dilakukan secara langsung (komunikasi langsung) manakala unit pembelajaran yang akan diukur sama maka dengan sungguh ideal sekali apabila diberikan persoalan dan ungkapan yang sama dengan orang yang berbeda, kendatipun hal ini sulit dilakukan (evaluasi tidak dapat dilakukan secara serempak), kalaupun dilakukan serempak mesti dilakukan oleh penilai yang berbeda. Manakala evaluasi dilakukan secara bergilir dengan yang sama, maka evaluasi cenderung kurang adil, peserta (evaluasiti = yang dievaluasi) belakangan bisa bertanya lebih dahulu kawannya yang sudah dievaluasi, dengan demikian ada kecenderungan bersiap-siap secara khusus untuk menjawab soal-soal tersebut.
Ini memberi anjuaran bahwa setiap evaluasiti perlu diberi serupa, sebobot tetapi tidak sama, dengan demikian widyaiswara atau evaluasiter perlu menyiapkan butir-butir soal parallel sebanyak dan atau lebih dari evaluasiti yang akan diuji. Hal ini cukup merepotkan widyaiswara apabila kalau evaluasitinya cukup banyak. Cara penyederhanaannya adalah dengan cara hanya membuat beberapa bentuk evaluasi parallel dan dilaksanakan secara berselang (acak), sehingga peserta sulit untuk menebak, dirinya kebagian model butir soal yang mana. Lain halnya kalau evaluasi itu seperti siding sarjana, sedang setiap pertanyaan akan didasarkan pada permasalahan masing-masing mahapeserta.
Keunggulan Evaluasi Lisan
Evaluasi lisan mempunyai keunggulan dalam hal: 1) mempunyai daya ukur untuk mengukur kemampuan berfikir taraf tinggi secara lebih leluasa. Pelaksanaan evaluasi lisan bisa dilakukan secara lebih fleksibel, dalam arti tidak terbatas oleh tulisan dan lembar kertas dalam jawaban, juga dapat memodifikasi bunyi pertanyaan selama tidak berubah arti dan maksud pertanyaan tersebut, 2) memberi kemungkinan untuk melakukan pengecekan; widyaiswara atau evaluasiter dapat meminta penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan peserta dan sekaligus mengikuti jalan pikiran peserta, dan 3) tidak ada kesempatan untuk menyontek bagi peserta, adanya kecenderungan lebih siap.
Kelemahan Evaluasi Lisan
Evaluasi lisan dapat dilakukan secara leluasa, yang dapat memberi peluang untuk berbuat adil. Misalnya adanya peserta atau evaluasiti yang lama dan sebentar evaluasinya; ada peserta yang diberondong dengan berbagai pertanyaan dan ada pula yang diberi pertanyaan lebih sedikit dan sederhana, dan kadang-kadang widyaiswara atau evaluasiter sudah cukup lelah, maka kelemahannya akan berpengaruh terhadap emosi, sehingga mungkin bentuk pertanyaan akan mendaji lain.
Pertanyaan-pertanyaan widyaiswara kadang-kadang terarahkan oleh jawaban peserta atau evaluasiti, dan kalau ini tidak terkontrol cenderung terjadi penyimpangan materi.
Evaluasi lisan biasanya dilakukan perindividu, sehingga memerlukan waktu cukuo lama. Evaluasi lisan inipun tidak menutup kemungkinan untuk dilaksanakan dalam bentuk kelompok, tetapi akan banyak mengandung kelemahan. Evaluasi akan punya ketergantungan kepada kemampuan widyaiswara atau evaluasiter untuk mengkaji dan membandingkan hasil jawaban pesertanya. Oleh karena itu unsur subyektivitas dari widyaiswar atau evaluasiter sulit dihindarkan, kadang-kadang widyaiswra atau evaluasiter hanyut dengan hal-hal ynag lain yang seyogyanya tidak dijadikan bahan pertimbangan.
Kaidah-Kaidah Penyusunan Evaluasi Lisan
Agar kelemhan-kelemahan evaluasi lisan dapat dikurangi, maka penyusunannya perlu memperhatikan kaidah-kaidah berikut: 1) siapkan pokok-pokok soal yang akan ditanyakan beserta kata-kata kunci sebagai patokan jawabannya; 2) buatlah beberapa form pertanyaan yang setarap ruang lingkup dan tingkat kesukarannya; 3) dalam penulisan butir soal lisan perhatikan pula kaidah-kaidah penulisan soal uaraian; dan 4) pertimbangkanlah waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing soal atau sekurang-kurangnya untuk masing-masing testi.
d.

Tidak ada komentar: